SELAMAT DATANG

Mari berkata seenak jidat indahku

Wednesday, December 21, 2011

Matahari


Aku benci matahari. Bukan, aku tak membenci matahari itu sendiri, aku hanya membenci sinarnya yang membuatku terbakar sesiangan. Aku lebih nyaman berada dalam zona amanku, bayang-bayang apapun yang sanggup melindungiku dari panasnya sinar matahari. 
Aku membencinya hingga suatu ketika aku melihatmu dan kau pun melihatku. Kau melihat ketakutanku akan sinar matahari. Kulitku pucat seperti tak sehat. Lalu dengan mudahnya, kau menarikku keluar dari bayang-bayang dan menggandengku untuk menikmati hangatnya sinar matahari yang menenangkan, untuk pertama kalinya.

Ya aku merasakannya, aku merasakan apa yang selama ini ternyata hilang dari hidupku. Bahkan aku tak sadar kehilangannya karena aku tak pernah merasakannya sebelum ini. Hei, bagaimana bisa orang kehilangan sesuatu yang bahkan belum pernah dimilikinya? Oke, cukup masuk akal.

Kurasakan kulitku hangat. Hangat dan menyenangkan. Lalu momen itu, kau menoleh dan tersenyum kepadaku. Kita saling bertatapan, hening, dengan senyuman tercetak di wajah kita masing-masing. Tak ada kata yang terucap, tapi kita tau kita merasakannya. Sebuah kesenangan. Sebuah kehidupan yang belum pernah ada sebelumnya.


Lalu matahari tenggelam. Semua gelap. Pekat.
Yang tersisa hanya rasa hangat matahari di kulitku, yang kemudian menjadi kemerah-merahan.